MELAWAN RADIKALISME DI MEDIA SOSIAL




Sumber Twitter
Sumber Twitter
JAKARTA, Indonesia — Belajar teknologi sambil belajar Islam yang damai. Kita bisa menemukan beragam artikel terkait dua topik itu jika masuk ke laman www.jalandamai.org.
Ada trik bagaimana menggunakan teknologi dalam kehidupan sehari-hari dan ada juga kisah penganut Islam di Pulau Kabung, Kalimantan. Di situs ini juga ada kutipan mantan Presiden Abdurrahman “Gus Dur” Wahid di halaman profil, “Islam yang ramah, bukan Islam yang marah.”
Pengelola juga mengunggah sejumlah video bagaimana anak muda memahami Islam. Ini salah satunya videonya.
Situs jalandamai.org dibuat atas kerja sama antara Universitas Surya pimpinan Yohanes Surya dengan Badan Nasional Penanggulangan Anti Terorisme (BNPT). Mengusung semboyan menjalin “silaturahmi melalui teknologi”, situs yang menyajikan konten positif mengenai pemahaman Islam ini menjadi bagian dari kerja sama riset pemanfaatan teknologi dalam mencegah terorisme antara lembaga pendidikan dan badan yang mengurusi penanggulangan terorisme. Kerja sama ini dimulai November 2014.
“Saat terjadi ledakan Bom Bali 2002, kelompok teroris telah menggunakan sarana teknologi informasi yaitu handphone sebagai media komunikasi dan switching-nya. Padahal saat itu kita belum familiar dengan handphone, tapi mereka sudah menggunakan itu," ujar Kepala BNPT Komisaris Jendral Polisi Saud Usman Nasution.
Teknologi komunikasi menjadi sarana yang dianggap efektif bagi jaringan teroris untuk menyebarkan paham radikal mereka, berkomunikasi di antara sesamanya, termasuk melakukan rekrutmen anggota.
“Kami berharap semakin banyak situs yang menyajikan konten positif tentang pemahaman Islam juga dibuat pihak lain dan disebarluaskan oleh media sosial,” ujar Saud dalam diskusi publik yang diadakan perkumpulan alumni Eisenhower Fellowships di Indonesia, Kamis, 5 Maret 2015.
Selain jalandamai.org, Saud yang pernah menjabat komandan satuan tugas khusus detasemen 88 anti teror di Polri itu juga mengumumkan situs BNPT, yakni www.damailahindonesia.org sebagai situs resmi BNPT.
Penyebaran informasi tandingan mengenai bahaya terorisme serta gerakan radikal yang mengusung agama ini dilakukan untuk menandingi sejumlah situs yang mengkampanyekan berdirinya negara Islam, daulah Islamiyah yang berdasarkan syariah, dan mengajak pendukung untuk mewujudkan hal itu termasuk dengan berjihad dalam bentuk perang. Salah satunya adalah situs al-mustagbal.net. 
Diskusi bertajuk, “Middle East Turmoil, ISIS and Its Impact in Indonesia” itu juga menghadirkan Alwi Shihab sebagai pembicara. Ia adalah mantan menteri luar negeri dan pernah menjabat sebagai utusan khusus mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk wilayah Timur Tengah.
Alwi menjelaskan akar sejarah dan budaya mengapa gerakan yang mengusung paham radikal termasuk yang menyemai aksi teror muncul di negara di kawasan Timur Tengah, dan kemudian menjalar ke tanah air.
“Yang bisa menangkal penyebaran paham radikal itu adalah pendidikan agama. Pengajaran agama selama ini sudah dibuat sedemikian rupa, menggunakan ayat dan hadis yang ada tapi dengan penafsiran implementasi yang salah,” ujar Alwi.
Baik Saud maupun Alwi sepakat bahwa ancaman teror kini makin besar setelah ISIS, atau Islamic State of Iraq and Syria berdiri dan menebar teror yang melibatkan korban warga berbagai negara, termasuk situs peninggalan sejarah islam. Pola ISIS menggunakan ranah internet dan mengisinya dengan beragam propaganda dengan konten multimedia yang dibuat secara profesional, kian meyakinkan untuk membujuk pengikut baru.
Pekan ini Presiden Joko “Jokowi” Widodo juga mengingatkan bahwa TNI dan Polri perlu bersikap serius dalam pencegahan terorisme. Usai rapat koordinasi antara pimpinan TNI dan Polri yang dipimpin Presiden, Selasa (3/3), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Laksamana (Purn) Tedjo Edhi Purdijanto mengungkap bahwa warga negara Indonesia yang hendak bergabung di ISIS di Suriah menggunakan modus berpura-pura sebagai wisatawan.
Dalam tautan ini, Menko Tedjo mengatakan polisi dan Badan Intelijen Nasional (BIN) sudah memiliki data warga negara Indonesia yang bergabung dengan ISIS. Ketua Umum Pengurus Besar Nadhlatul Ulama Said Agil Siraj pernah menyebut angka 513. Tapi, menilik modus yang diungkap pemerintah yakni pergi dengan visa turis lalu bergabung dan ikut berperang dengan ISIS, tidak mustahil jumlahnya lebih besar.
“Yang berbahaya, berdasarkan pengalaman tahun 1990 dengan mereka yang berjuang di Afghanistan adalah saat mereka kembali. Alumni perang Afghan lantas menjadi motor jaringan Jamaah Islamiyah yang menjadi dalang sejumlah aksi teror di tanah air,” ujar Saud Usman.
Perang melawan teror di dunia maya menjadi semakin sulit karena unsur anonimitas. Pemerintah juga memiliki kesulitan untuk memonitor, termasuk menutup situs maupun akun media sosial yang menebar paham radikal. Panduan membuat alat ledak dan berjihad berserakan di dunia maya.

“Hati-hati jika punya anak yang gemar menutup diri di kamar, atau menyendiri dalam mengakses internet. Kalau dia mengakses konten porno, masih mendingan. Jika yang diakses adalah situs radikal, itu artinya musibah besar bagi keluarga,” kata Abdul Rahman Ayub dalam diskusi di perkumpulan Eisenhower Fellowships.

Comments

Popular Posts